Stop! Penyakit dan Kecelakaan Akibat Kerja
Cindy
1 day ago

Stop! Penyakit dan Kecelakaan Akibat Kerja

Stop! Penyakit dan Kecelakaan Akibat Kerja
Baca Juga: proyek" class="related-article-link text-blue">Panduan Lengkap Tugas Dan Tanggungjawab Kepala Proyek: Kunci Kesuksesan Proyek
Stop! Penyakit dan Kecelakaan Akibat Kerja

Stop! Penyakit dan Kecelakaan Akibat Kerja

Penafsiran yang lebih pas untuk tema diatas adalah bertambahnya penyakit yang disebabkan oleh pekerjaan Tentu saja, ini terkait dampak secara langsung terhadap pekerja untuk kesehatan.

Tak hanya mencakup cedera dan penyakit yang disebabkan oleh pekerjaan, namun juga karena pekerjaan memperburuk gejala dan kecacatan pada gangguan yang sudah ada sebelumnya misalnya, asma yang dapat dipicu oleh iritan di tempat kerja.

Kondisi dengan kejadian penyakit meningkat seiring dengan bahaya yang ditimbukan dari pekerjaan.

Kinerja Kesehatan dan Keselamatan Kerja

Cedera (atau keselamatan) akibat kerja dan penyakit (atau kesehatan) akibat kerja adalah hal yang tidak pernah bosan untuk dibahas. Cedera dan penyakit akibat kerja merupakan dua hal yang berbeda. Cedera kerja (atau keselamatan) menggambarkan paparan yang tidak disengaja atau disengaja terhadap energi (kimia, kinetik, listrik, termal, dan radiasi) yang disebabkan oleh peristiwa, insiden, atau rangkaian peristiwa tertentu dalam satu hari kerja atau shift.

Hal ini dapat diklasifikasikan menjadi beberapa cedera kerja umum yaitu seperti ; luka sobek, luka bakar, ketegangan dan keseleo, memar dan memar, patah tulang, dan sendi terkilir. Sedangkan penyakit akibat kerja adalah keadaan atau gangguan yang tidak biasa yang disebabkan oleh paparan faktor-faktor yang berhubungan dengan pekerjaan. Ini termasuk penyakit akut dan kronis atau penyakit yang mungkin disebabkan oleh konsumsi, inhalasi, penyerapan, atau kontak langsung ke dalam tubuh.

Pekerja, manajemen, lingkungan kerja, budaya keselamatan mempunyai pengaruhnya terhadap kinerja K3 dalam suatu organisasi. Tingkatan usia, suku, tingkat pendidikan, dan jenis kelamin berkontribusi juga terhadap pencapaian kinerja K3 di semua sektor. Indikator kinerja utama yang ditemukan perihal Alat Pelindung Diri, komunikasi, fasilitasi kerjasama, pelatihan keselamatan, penugasan tugas yang aman, keselamatan dalam desain, kebersihan area, pemantauan lingkungan, jenis kelamin, tingkat pendidikan, usia, dan suku. Pengaruh manajemen dan lingkungan kerja terhadap kinerja K3 dapat dimoderasi oleh budaya keselamatan. Sedangkan budaya keselamatan tidak dapat memoderasi hubungan antara karyawan dan kinerja K3.

Pentingnya sumber daya manusia sebagai salah satu pemicu kinerja, sehingga perilaku dan sikap pekerja terhadap pekerjaan secara langsung memberikan kontribusi yang signifikan terhadap keberhasilan organisasi. Kemampuan pekerja untuk secara substantif melakukan penugasan seperti yang diharapkan oleh organisasi. Ini termasuk kemahiran pekerja dalam keterampilan bekerja, pengetahuan kerja, kuantitas kerja, dan kualitas kerja. Dengan demikian, kinerja tugas karyawan menggambarkan kinerja tanggung jawab pekerjaan tanpa kesalahan, penanganan tuntutan pekerjaan, dan pengambilan keputusan yang tepat setiap saat.

Di sisi lain, kinerja keselamatan mengacu pada perubahan perilaku kerja yang diharapkan dapat mencegah atau mengurangi kecelakaan kerja, cedera akibat kerja, dan penyakit. Dalam kebanyakan kasus, beberapa organisasi mengadopsi catatan cedera atau kecelakaan untuk menentukan kinerja keselamatan pekerja. Sementara Kepatuhan Keselamatan mengacu pada tingkat kepatuhan karyawan terhadap aturan, prosedur, peraturan, dan standar keselamatan yang terkait dengan pekerjaan mereka, partisipasi keselamatan mencakup tingkat keterlibatan karyawan dalam program keselamatan, pertemuan keselamatan, dan membantu orang lain di tempat kerja untuk mematuhi standar keamanan.

Budaya Keselamatan Pengetahuan dan keterampilan

Perilaku keselamatan untuk menentukanmenerapkan perilaku secara tepat sangat diperlukan. Keselamatan berlandaskan perilaku merupakan pendekatan untuk meningkatkan inisiatif keselamatan yang mengarah pada budaya keselamatan. Oleh karena itu, organisasi harus membuat budaya keselamatan yang positif agar dapat menciptakan pen getahuan dan motivasi keselamatan sebagai bagian dari perilaku keselamatan. Perilaku keselamatan terkait dengan pengetahuan dan keterampilan individu. Usia, tingkat pendidikan, jenis kelamin, dan suku akan memengaruhi inisiatif pekerja terhadap budaya atau iklim keselamatan.

Pada tahap individu, pekerja membawa keragaman pengalaman, sikap, dan karakter ke dalam peran pekerjaan. Indikator individu ini juga dapat mempengaruhi pengetahuan, keterampilan, perilaku, dan motivasi di tempat kerja. Berdasar tinjauan, berbagai kemampuan yang menurun seiring bertambahnya usia, termasuk kemampuan fisik, perseptual, kognitif, dan psikomotorik. Usia terkadang menjadi sesuatu yang dapat berdampak positif maupun negatif terhadap pencapaian kinerja keselamatan dan kesehatan kerja.

Tingkat pendidikan akan meningkatk an perilaku yang baik bagi pekerja dalam menjalankan aktivitas di tempat kerjanya. Pendidikan dan pelatihan pekerja akan mempengaruhi perilaku dalam melaksanakan pekerjaannya, dan perilaku pekerja yang baik dan benar dapat mengurangi tingkat kecelakaan kerja serta meningkatkan kinerja keselamatan dan kesehatan kerja. Keragaman etnis dapat membawa akses yang lebih luas ke jaringan informasi, sosial dan budaya, yang pada gilirannya merangsang kreativitas, inovasi, dan kemampuan pemecahan masalah dalam organisasi. Hal ini membuat kerjasama antar tim semakin meningkat dengan kreativitas, inovasi dan kemudahan kemampuan untuk memecahkan masalah saat melakukan pekerjaan.

Lingkungan Kerja

Lingkungan kerja dalam suatu organisasi, merupakan faktor yang sangat penting untuk diperhatikan oleh manajemen. Sekalipun tidak melakukan proses produksi, namun lingkungan kerja berpengaruh langsung terhadap pekerja yang melakukan aktivitas harian. Lingkungan kerja terdiri dari desain, keamanan, dan peralatan pelindung. Memperhatikan sebelum merancang tempat kerja, kesehatan dan keselamatan juga perlu didukung oleh peralatan pelindung untuk semua pekerja. Kemampuan untuk beroperasi dengan aman dalam situasi apa pun dan untuk menangani keadaan diluar kendali secara efektif. Iklim keselamatan dan faktor organisasi (misalnya, pengawasan, kepemimpinan, pelatihan, dan desain kerja) merupakan awalan lingkungan untuk mencapai kinerja keselamatan.

Pekerja

Perilaku pekerja bisa jadi mengarah pada insiden yang cenderung secara dinamis selalu berubah, beragam pendekatan telah diterapkan dalam mengurangi perilaku tidak aman di tempat kerja seperti hukuman, pengawasan, kode dan prosedur yang harus dipatuhi, panduan, dan pelatihan. Keamanan ditentukan oleh tindakan manusia yang merupakan sumber daya penting untuk keselamatan. Faktor keselamatan ada dua yaitu faktor perilaku keselamatan, dan contributor dalam mengevaluasi kinerja keselamatan organisasi untuk mewujudkan keselamatan di tempat kerja, diperlukan komitmen yang kuat dan keterlibatan individu karyawan terhadap strategi dan aktivitas pencegahan di kemudian hari.

Pekerja tidak terlepas dari adanya masalah yang berkaitan dengan Keselamatan dan Kesehatan Kerja. Kejadian Penyakit Akibat Kerja (PAK) dan Kecelakaan Akibat Kerja (KAK) di Indonesia tahun 2011 tercatat 96.314 kasus dengan korban meninggal 2.144 orang dan cacat 42 orang. Pada tahun 2012 kasus PAK dan KAK meningkat menjadi 103.000 kasus dengan inilah muncul Peraturan Pemerintah No 50 Tahun 2012.

Hal ini menunjukkan bahwa penerapan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3) di Indonesia belum berjalan dengan baik. Masalah K3 tidak hanya menjadi tanggung jawab pemerintah tetapi tanggung jawab dari semua pihak terutama pengusaha, tenaga kerja dan masyarakat. Pelaksanaan SMK3 adalah salah satu bentuk upaya untuk menciptakan tempat kerja yang aman, sehat, bebas dari pencemaran lingkungan sehingga dapat mengurangi dan atau bebas dari PAK dan KAK, pada akhirnya dapat meningkatkan efisiensi dan produktivitas kerja.

Manajemen

Aktivitas penunjang untuk mewujudkan budaya K3 dalam manajemen diperlukan pelatihan atau instruksi tertulis, dan komunikasi yang baik serta efektif. Keputusan pimpinan puncak terkait keselamatan akan menimbulkan dampak dedikasi pekerja terhadap keselamatan agar pekerja menghargai dan memprioritaskan keselamatan diri. Dengan begitu, pekerja akan bertindak dalam perilaku yang aman di lingkungan kerja. Pengetahuan dan perilaku keselamatan rekan kerja akan menjadi hal penting.

Pendidikan dan pelatihan dapat meminimalisir angka kecelakaan kerja yang terdiri dari 4 komponen yaitu materi berupa teori dasar K3, peralatan yang digunakan, metode pembelajaran / pelatihan dengan menggunakan Pembelajaran Berbasis Kompetensi, Pembelajaran Kooperatif, dan Pembelajaran Kontekstual, serta evaluasi pembelajaran / pelatihan. Dengan memberikan pelatihan yang baik dan kegiatan pengembangan tentang kesehatan dan keselamatan serta membangun komunikasi yang tepat, pekerja akan meningkatkan komitmen dan kesadaran terhadap kesehatan dan keselamatan.

Dengan demikian, Penyakit dan Kecelakaan Akibat Kerja harus dicegah dengan melakukan upaya salah satunya pelatihan dasar K3 bagi para pekerja agar mencegah hal tersebut terjadi di dalam organisasi.